18.11.16

INDONESIA HEBAT, BIKIN IRI NEGARA LAIN

Kita harus bangga jadi warga Indonesia, dan bersama rakyat lainya pasti siap mati untuk membela kedaulatan Negara, NKRI sudah hargah mati jangan diutak-atik, dan Indonesia adalah Negara yang Bhineka Tunggal Ika, sebelum 17 Agustus 1945 tidak ada nama Indoneisa di dalam peta yang tertulis Hindia Belanda, Indonesia adalah seluruh bumi pertiwi yang disebut nusantara, bebas dari belenggu colonial berkat redho Allah dan perjuangan bersama, bukan dapat hadiah dari Nippon. Kalau tidak ada rakyat batak, tidak ada sunda, tidak ada melayu, tidak ada jawa, tidak ada bugis, Papua, Cina, Islam, Hindu Budha jelas bukan Indonesia, Indonesia Negara multi kultur multi ras ya super multi. Di daerah ini (Bengkulu) ada Tabut, di daerah lain ada barongsai dan ada juga reog dan lain-lain. Bahasanya juga beragam ada melayu, jawa, sunda, minang dan banyak lagi yang lainnya…Itulah Indonesia, Indonesia punya makanan yang khas ada Rendang, pindang, mpek-mpek, getuk, Kuah Itik, Gelamai Perentak, Kerak Telur, serabi, es doger, soto Makasar, Nasi Uduk, Good dek, good dek, good dek, kata seorang meneer Belanda kepada Isterinya orang Jogja tulen…hehehe maksudnya gudek (makananya enak) dan lain-lain, semua adalah kekuatan bangsa. Tapi bagaimana dengan nasi kucing yang populer akhir-akhir ini, wah kalau ini saya nggak tahu tapi jelas ini tidak sesuai dengan makna sesungguhnya, dan ini perlu menjadi renungan kita bersama, nasi kucing maksudnya apa…? Ini makan khas atau istilah baru saja, mohon maaf memang saya tidak tahu, asal-usulnya tapi saya sudah mencicipinya, ternyata enak.

Bhineka Tunggal Ika adalah kekayaan, kemajemukan adalah kekuatan dan keberagaman merupakan keindahan ber-Indonesia, jika punya uang banyak siapa saja orang Indonesia bisa beli property, bikin kebun sawit atau buat perusahaan di bumi nusantara, lihat saja perkebunan besar di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, siapa yang punya, tidak semuanya orang Sumatera, orang kalimatan atau orang Sulawesi, ternyata banyak berasal dari daerah lain, bahkan banyak juga yang dari luar negeri, tapi aneh masa kebun besar tersebut sampai ke halaman rumah penduduk, dimana hak ulayat atau hak marga lagi, bahkan ada kampung yang sudah masuk wilayah perkebunan, …wah kalau itu saya juga nggak tahu tanyakan kepada menteri BUMN dan Kepala BPN kenapa terjadi demikian…? ya memang kebun sawit di Indonesia luasnya luar biasa sampai 11, 4 Juta hektar lebih ini masuk katagori kebun Negara, swasta dan masyarakat biasa (petani kecil, nggak tahu juga infonya sebenarnya bukan petani benaran tapi para pejabat dan PNS juga ikut-ikutan bikin kebun sawit, dan merasa bangga kalau PNS punya kebun sawit termasuk PNS yang berhasil…hahaha…apanya yang berhasil itu salah profesi, dan merampas hak petani (kata saya yang tidak mampu bikin kebun sawit, beda dengan bapak saya dengan hasil pertaniannya telah mengantarkan saya seperti ini, maka layak mendapat gelar Jemesbun), yang paling banyak Swasta dan juga anda akan bebas berusaha dimana saja, walaupun kulit kita berbeda ada yang hitam, ada yang keputih-putihan walaupun kita bercirikan sawo mateng namun itu keberagaman yang sangat asyik untuk dipandang….tapi jangan coba-coba anda membuka tambang minyak itu milik Negara dan sekarang lagi dikuasai orang asing, kalau sudah habis bolehlah saudara nunggu puing-pingnya sekedar untuk tempat berteduh, siapa tahu masih ada sisanya, ya itu gambaran negatifnya, tapi jangan lupa ternyata diam-diam rakyat Indonesia sejahtera luar biasa, buktinya umta Islam yang mayoritas di negeri ini, kalau mau menunaikan ibadah haji…harus menunggu berpuluh-puluh tahun lamnya, ini pasti karena mereka ada uang untuk berangkat haji, sampai-sampai ada yang pergi lewat Negara lain, termasuk juga kantor-kantor pemerintah, sudah terasa sempit tempat parkirnya.

Tidak banyak bangsa seperti Indonesia, namun ingat semua itu jika tidak dikelola dengan baik bisa saja akan menjai malapetaka, ingat pesan Bung Karno sebagaimana diingatkan kembali oleh panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo “Presiden RI Pertama Ir Soekarno pernah mengingatkan bahwa kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia telah membuat iri negara-negara lain. Apa yang pernah diingatkan Presiden Soekarno itu kini menjadi kenyataan, sumber kekayaan alam Indonesia menjadi rebutan beberapa negara lain” dan ini sebenarnya sudah terjadi hapir seluruh tambang minyak dan mineral sudah dikuasai oleh asing, kita tinggal menikmati taillingnya saja, dan lobang-lobang yang menganga. Sama halnya denga pesan dan ide Bung Hatta agar ekonomi Indonesia diatur secara bersama melalui koperasi, tapi justru koperasi hanya tinggal papan nama yang menikmati kekayaan alam Indonesia justru Pengusaha swasta secara perorangan dan para penanam modal asing, ya Pemerintah orde baru yang memeberi peluang seluas-luasnya kepada PMA pada tahun 1968 dan diulangi lagi dengan Fakto 1988 jadilah swasta menjadi tuan di negeri ini, rakyat sebagai hambanya, tapi Pak Harto mengoreksi kesalahan ini dan sayang sudah terlambat, nasi sudah menjadi bubur, para pengusaha yang sudah menjadi besar dan sengaja dibesarkan tidak mau berbagi rejeki. Kalau masalah hukum…jangan ditanya saya paham itu…Indonesia ini memang tidak pernah menjadikan hukum sebagai panglima, hukum dari dulu sampai sekarang tetap tumpul keatas dan tajam menusuk ke perut rakyat yang lapar, keberpihakan kepada kaum duaffa hanya sebatas diskusi, seminar yang dibiayai oleh orang kaya, aksinya nanti dulu. Teori Friedman dijadikan soko guru membangun sistem hukum Indonesia tidak pernah tuntas dikerjakan, substani hukum bisa dikaburkan bahkan pasal-pasalnya bisa dihargai dengan segepok uang, struktur tidak jelas dan selalu korup bahkan sekelas dengan istilah penjahat di Itali yang disebut “mapia”, apalagi budayanya sengaja ditinggalkan dianggap tidak praktis dan bertele-tele, supaya cepat ya disodori suap, sogok, uang semir dan lain-lain, ini mungkin sengaja dibiarkan agar birokrasi Indonesia rusak.
 

Tetapi kita tetap optimas, cita-cita adalah sunatullah, “Tuhan tidak akan merubah suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mau merubahnya” sungguh luar biasa harapan pendidri bangsa ini, yang telah berhasil meletakan simbol-simbol Negara yang menjadi alat pemersatu bangsa. Simbol-simbol itu ditulis dalam kata-kata keramat dalam teks Pancasila dalam Piagam Jakarta yang sangat indah dan penuh nilai-nilai filosofi kehidupan, kemudian disempurnakan dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, fondasi monomental lima dasar yang mencakar kuat di bumi dan menerangi langit kehidupan bangsa penuh makna untuk menghantarkan manusia agar hidup tertib, bahagia, sejahtera lahir dan batin selamat di dunia dan tentunya mengantarkan warganya ke surga, nirwan, atau terserah namanya apa yang jelas alam abadi selamnya.

Sebenarnya nilai-nilai itu pasti masih ada di lubuk hati warga Negara yang paling dalam, walaupun selalu dikhawatirkan sedikit demi sedikit ditinggalkan, lalu siapa sebenarnya yang meninggalkan asas-asas itu…? Rakyat jelatakah…? atau…siapa?. Setiap orang akan terhina dirinya kalau melihat Bendera merah Putih di lecehkan oleh orang lain, sakitnya disin (dada) ini ketika orang menyebut bangsa kita sebagai orang Indon…dengan nada mengejek, TKI sebagai sumber devisa dan itu harus dihargai, mereka telah banyak mensejahterakan keluarganya di kampung-kampung, menjadi wiraswasta yang berhasil, orang mandiri, namun masih banyak juga yang terlantar, teraniyaya diperlakukan tidak manusiawi baik oleh orang asing maupun majikan serumpun sendiri.
 
Rakyat marah ketika Negara tetangga mengklaim kain batik, keris, lagu daerah yang populer dianggap miliknya, tapi rakyat hanya termangu ketika bangsa asing mengeruk kekayaan Papua melalui Freeport, mengambil keuntungan dari Indosat, dan sekarang apa yang tersisa di bekas tambang LNG terbesar PT. Arun di Lhok Semawe yang sekarang tinggal kenangan bagi warga sekitar, yang dulunya menjadi kebanggaan walaupun rakyat sekitar hanya mendapat nama besarnya saja, tapi yang jelas rakyat disitu sudah menyumbang melalui PT. Arun LNG 30% APBN, ketika sedang jayanya, dan saya entah beruntung atau nasib saja bisa melihat langsung kejayaan PT. Arun LNG dan sempat menginap satu pekan dilokasi itu pada tahun 1987, luar biasa memang, dengan dipandu oleh bagian humas PT Arun LNG, rasanya bukan main bangganya sebagai pemuda waktu itu, melihat Indonesia begitu kaya dengan sumber daya alam, tapi apa kabarnya sekarang, bagaimana kesejahteraan masyarakat disana, “Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh Wahyudin menyebut angka kemiskinan di daerah itu barada pada posisi kedua di Sumatera setelah Provinsi Bengkulu” ternyata kekayaan alam justru melahirkan kemiskinan, apakah rakyat Aceh yang salah…? Karena boros, pemalas atau apalagi sebutannya..?, rasanya bukan itu, lalu siapa…?. Ternyata sekali lagi isyarat Bung Karno dan Bung Hatta terbukti, SDA yang melimpah bisa menjadi malapetaka. Peristiwa ini hendaknya menjadi renungan agar jangan sampai terjadi lagi, ya itulah di era reformasi dikeluarkan UU 33 Tahun 2004 tentang Dana Perimbangan. Apa yang mau dibagi kalau tingal puing-puingnya saja.
 
Sekali lagi keberagaman dan kekayaan alam adalah rahmat, kekayaan akan mengantarkan orang untuk sejahtera itu adalah rahmat dari Tuhan Yang maha Esa, dan kita wajib bersyukur, “Bersukurlah kamu, atas nikmuat-Ku (kata Tuhan), niscaya akan aku (Tuhan) tambah nikmatnya, tapi jika kamu ingkar, tungggulah bahwa azab Tuhan maha pedih” banyak diceritakan dalam kitab suci bangsa-bangsa atau orang yang tidak bersyukur dihancurkan oleh tuhan yang maha perkasa, makanya sila pertama dalam Pancasila meletakkan dasar bagi rakyat Indonesia untuk selalu ingat akan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai wujud penghambaan yang sejati, bukan menghambakan diri kepada manusia dan rela mati membela manusia yang belum tentu benar, belum tentu adil apalagi jika manusia tersebut masih dikuasai semangat nafsu berkuasa, jauh dari semangat memimpin untk kemajuan suatu bangsa, kebanyakan pemimpin dwasa ini rela melakukan apa saja demi sebuah kekuasaan semu, harga diri dan kehormatan bahkan akidah bisa digadaikan demi sebuah pelayanan yang lebih dari rakyat dan membuat dinasti keberuntungan diatas kesengsaraan orang lain.
 
Banyak Negara hancur karena tidak bisa mengelola kekayaan dan keberagaman cultural tersebut menjadi simbol kekuatan, Yogoslavia adalah Negara multi ras dan mungkin sama dengan Indonesia, di masa Brastito adalah Negara yang bisa eksis dengan multi kultur dan ras tersebut yang disatukan dengan symbol pemersatu pemimpinya tetapi akhirnya bercerai berai, perang antar suku bahkan yang lebih meyedihkan saling bunuh karena perbedaan agama, yang dulunya bertetangga sampai rela membunuh dan memperkosa dengan sadis, banyak cerita pilu ketika membaca peristiwa perang Bosnia dan herzogovina. Menurut pakar awal keahncuran dimulai dari "Akhir konflik Timur-Barat, runtuhnya Uni Sovyet sebuah kekuatan yang sampai saat itu dipandang sebagai negara adikuasa dan adidaya atom, kemudian kudeta di Moskow, disusul penyatuan Jerman, Perang Teluk tahun 1991. Semua itu mengubah titik-titik koordinat politik internasional secara mendasar. Kala itu hampir tidak ada tokoh politik dan diplomat yang memiliki konsep bagaimana menghadapi situasi tersebut," demikian dijelaskan Holm Sudhaussen, pakar sejarah Eropa Tenggara dari Jerman (sumber: Mas Goole). padahal dulunya saling bantu-membantu dalam kehidupan sehari-hari maklum bertetanga sebelah rumah, hanya beda agama dan keyakinan nilai-nilai kemanusiaan terkikis, napsu kebinatangan timbul, rasa hormat dan kasih sayang lenyap seketika.
 
Indonesia pada era reformasi, hampir menjurus kearah demikian, tapi luar biasa semangat dan nilai-nilai Pancasila sekali lagi teruji keampuhannya, Indonesia bisa selamat dari malapetaka, luar biasa. Tapi potensi semacam itu tetap saja ada, apalagi politik global dunia yang memang suka berpetualang menerapkan teori-teori penghancuran sebuah peradapan, persoalan suksesi di Jakarta sekarang ini menurut saya tidak bisa dianggab sebagai, dinamika poltik lokal di samping memang letaknya sebagai barometer Indonesia juga, banyak dimensi yang berpengaruh. Demonstarsi 14 Oktober 2016 kebetulan saya ada di Jakarta, bukan ikut demo tapi ada tugas Negara melaui perintah institusi, entah kebetulan atau nasib Demo 4-11 saya juga di Jakarta, tapi subuh tanggal 4 bulan 11 tersebut saya sudah ke Bandara Soetta dan langsung pulang, itu juga karena tugas, tugas kedinasan saya sudah berakhir dan tidak ada kaitanya dengan Demo 4-11, saya tidak tahu urusan demo, tetapi setelah say abaca berita, lihat lewat telivis ternyata demo 4-11 luar biasa jumlahnya, dan menurut data (info masyarakat), lebih dari satu juta masa yang ikut demo, bahkan menurut pengamat ini demo terbesar sepanjang sejarah setelah reformasi bisa saja jumlahnya menurut Ustadz Abdurrahman Djaelani, ada 2,3 juta orang yang hadir saat aksi damai berlangsung (http://news.okezone.com/read/2016/11). Jadi apa makna dibalik itu semua…?, Indonesia masih perlu mawas diri, siapaun yang berkuasa harus mengkalkulasi ulang peristiwa ini, prediksi aparat dari rapat-rapat, infonya hanya sekitar 50 ribu yang akan demo ternyata prediksi jauh berbeda, keterangan ini disampaikan oleh Moch. Mahfud MD, intelektual ahli hukum tata Negara yang tergolong moderat saya percaya kata beliau.
 
Perlu berfikir rasional, jangan hanya demi gengsi atau kepentingan kelompok atau dalih apapun sehingga fikiran lurus diabaikan, sebuah kekuasaan sekali lagi adalah sarana bukan tujuan kalau itu dijadikan tujuan, ini sangat berbahaya…seoarang negarawan harus berkorban demi rakyat, bukan sebaliknya, waspada. 


Dr. Imam Mahdi besama Prof. Dr. Ahmad Gunaryo, SH. Kabiro Hukum Kemenag RI

No comments:
Write komentar