Ijarah atau yang biasa disebut sebagai Sewa-menyewa
Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia diliputi dengan
berbagi problematika yang rumit. Islam datang sejak seribu lima ratus tahun
silam sebagai cahaya yang menerangi gelapnya kehidupan. Islam datang dengan
prinsip rohmatan lil ‘alamin mampu menjawab berbagai problematika kehidupan
manusia. Ulama telah membagi disiplin ilmu dari ajaran Islam. Salah satu
disiplin ilmu yang tercetus adalah ilmu fiqh yang berbicara panjang lebar dan
terinci khusus tentang kehidupan manusia.
Ijarah, ‘ariyah, dan wadi’ah merupakan bab
fiqh yang memberikan rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat. Sewa-menyewa,
pinjam-meminjam, dan saling titip adalah bidang kehidupan yang pasti terjadi di
kehidupan masyarakat. Fiqh mengatur agar ketiga hal tersebut tertata dengan
baik dan menimbulkan kemaslahatan di dalam kehidupan masyarakat.
Indahnya Islam yang sangat memperhatikan
segala aspek kehidupan manusia. Ijarah, ‘ariyah dan wadi’ah adalah jawaban
maslahah untuk problematika dalam hal sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan saling
menitipkan barang dengan orang lain.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ijarah,?
2. Apa rukun dan syarat dari ijarah,?
3. Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan ijarah,?
I. Ijarah (Sewa Menyewa)
A. Pengertian
Ijarah menurut bahasa berarti balasan,
tebusan atau pahala (Al Aziz, 2005: 377). Menurut Ali Fikri, ijarah menurut
bahasa adalah sewa-menyewa atau jual beli manfaat. Sedangkan Sayid Sabiq
mengemukakan: “Ijarah diambil dari kata ‘Al-Ajr’ yang artinya ‘iwadh (imbalan),
dari pengertian ini pahala (tsawab) dinamakan ajr (upah/ pahala).” (Muslich,
2010: 316). Menurut istilah ijarah adalah melakukan aqad mengambil manfaat
sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar sesuai dengan
perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu (Al Aziz, 2005:
377).
Terdapat perbedaan di kalangan ulama
tentang ijarah menurut istilah, yaitu:
- Menurut
Hanafiah Ijarah adalah akad atas manfaat dengan
imbalan berupa harta.
- Menurut
Malikiyah Ijarah adalah suatu akad yang memberikan
hak milik atas manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan
imbalan yang bukan berasal dari manfaat.
- Menurut
Syafi’iyah, akad ijarah adalah suatu akad atas
manfaat yang dimaksud dan tertentukan yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan
imbalan tertentu.
- Menurut
Hanbaliyah, Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang
bisa sah dengan lafal ijarah dan kara’ dan semacamnya.
B. Dasar Hukum
Dasar hukum ijarah adalah Q.S. At Thalaq: 6
“Maka jika mereka menyusukan (anak-anak) mu
untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya” (Q.S. At-Thalaq: 6)
Terdapat juga di dalam al-Hadits,
Rasulullah S.A.W. bersabda,
“Tiga orang (golongan) yang aku memusuhinya
besok di hari kiamat, yaitu orang yang memberi kepadaku kemudian menariknya
kembali, orang yang menjual orang merdeka kemudian makan harganya, orang yang
mengusahakan dan telah selesai tetapi tidak memberikan upahnya” (H.R. Bukhari).
Dari Ibnu ‘Umar r.a. ia berkata,
”Rasulullah S.A.W. bersabda,’Berikanlah kepada tenaga kerja itu upahnya sebelum
keringatnya kering.’” (H.R. Ibnu Majah).
C. Rukun
Menurut Hanafiyah, rukun ijarah hanya ijab
dan qabul. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada empat, yaitu:
- Aqid,
yaitu mu’jir (pemberi sewa) dan musta’jir (penyewa),
- Shighat
yaitu, ijab dan qobul,
- Ujrah
yaitu uang sewa atau upah,
- Manfaat
dari barang atau jasa, dan tenaga dari orang yang bekerja
D. Syarat
Syarat ijarah ada empat macam, yaitu:
- Syarat
terjadinya akad (syarat in’iqad) Syarat ini berkaitan dengan aqid, akad, dan
objek akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid meliputi berakal, mumayyiz
menurut Hanafiah, dan ditambah baligh menurut Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
- Syarat
berlangsungnya akad (syarat nafadz) Syarat ini berkaitan dengan hak
kepemilikan. Apabila pelaku tidak mempunyai hak milik maka akadnya mauquf
(ditangguhkan) menurut Hanafiyah dan Malikiyah, bahkan batal menurut Syafi’iyah
dan Hanbaliyah.
- Syarat
sahnya akad Syarat sah ijarah meliputi,
- Persetujuan kedua belah pihak
- Objek akad
harus jelas agar tidak menimbulkan perselisihan. Kejelasan objek ijarah meliputi,
1) Objek
manfaat, dengan mengetahui benda yang disewakan.
2) Masa
manfaat, hal ini diperlukan terutama dalam ijarah kontrak rumah, kios, ataupun kendaraan.
3) Jenis
pekerjaan yang harus dilakukan oleh tukang dan pekerja.
- Objek ijarah harus dapat dipenuhi, baik secara hakiki (benar-benar manfaat)
maupun syar’i (sesuai aturan).
- Manfaat
yang menjadi objek akad harus manfaat yang dibolehkan oleh syara’. Misalnya
menyewa rumah untuk tempat tinggal. Sebaliknya, bila menyewa rumah untuk tempat
maksiat maka tidak diperbolehkan menyewa.
- Pekerjaan yang diijarahkan bukan sesuatu yang fardhu. Dengan demikian, tidak
sah menyewakan tenaga untuk melakukan perbuatan yang bersifat taqarrub dan taat
kepada Allah. Ada beberapa pendapat tentang hal ini, yaitu:
- Tidak sah
menyewakan tenaga untuk melakukan shalat, puasa haji, menjadi imam, adzan, dan
mengajarkan Al-Qur’a, karena semuanya mengambil upah dari pekerjaan fardhu.
Pendapat ini disepakati oleh Hanafiyah dan Hanbaliyah.
- Mengambil
upah dari ijarah untuk mengajarkan Al-Qur’an, muadzin beserta imam dan mengurus
masjid hukumnya boleh menurut Malikiyah dan Syafi’iyah.
- Ijarah
untuk haji, memandikan mayit, menalkinkan, dan menguburkan hukumnya boleh
menurut Syafi’iyah.
- Mengambil
upah dari memandikan mayit tidak diperbolehkan, tetapi boleh ijarah untuk
menggali kubur dan memikul jenazah menurut Abu Hanifah.
- Para
ulama’ sepakat membolehkan mengambil upah untuk mengajarkan ilmu matematika,
khat, bahasa, sastra, fiqh, dan hadits serta membangun masjid dan madrasah.
- Orang yang disewa tidak boleh mengambil manfaat dari pekerjaannya untuk dirinya
sendiri.
- Manfaat objek harus sesuai dengan tujuan dilakukannya akad ijarah yang biasa
berlaku umum. Apabila manfaat tersebut tidak sesuai dengan tujuan
dilaksanakannya akad ijarah maka ijarah tidak sah. Contohnya menyewa pohon
untuk menjemur pakaian, maka ijarahnya tidak sah karena manfaat (menjemur baju)
tidak sesuai dengan manfaat pohon itu sendiri.
Adapun syarat upah adalah sebagai berikut:
- Upah
berupa mal mutaqawwim, karena upah merupakan harga atas manfaat.
- Upah atau
sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat objek ijarahnya. Contohnya menyewa
mobil dibayar dengan mobil si penyewa.
- Syarat
mengikatnya akad (syarat luzum)
Terdapat dua syarat agar akad ijarah
tersebut mengikat, yaitu:
- Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat yang menyebabkan terhalangnya
pemanfaatan atas benda yang disewa tersebut. Apabila ada cacatnya, maka orang
yang menyewa boleh meneruskan ijarah dengan pengurangan uang sewa atau
membatalkannya.
- Tidak
terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah. Apabila terdapat
udzur, baik pada pelaku maupun pada bendanya maka pelaku berhak membatalkan
akad. Ini menurut Hanafiyah. Menurut jumhur ulama, akad ijarah tidak batal
karena udzur, selama manfaat benda tudak hilang sama sekali. (Muslich, 2010)
E. Macam-Macam
Beberapa macam-macam ijarah adalah sebagai
berikut:
- Sewa tanah. Dalam penyewaan tanah harus jelas tujuan
dari penyewaan tanah tersebut. Bila tujuannya untuk maksiat maka tidak sah
ijarah tersebut (Muslich, 2010: 332). Mayoritas ulama membolehkan sewa tanah
dengan emas atau uang (Al Aziz, 2005: 379).
- Sewa toko,
rumah dan semacamnya. Sewa toko, rumah dan semacamnya
diperbolehkan. Penyewaan sesuai dengan akad baik masanya maupun tujuannya.
Rumah yang telah di sewa boleh disewakan kembali oleh penyewa pertama. Rumah
yang disewa harus dijaga dan dirawat oleh penyewa.
- Sewa
kendaraan. Sewa kendaraan harus jelas waktu, tempat,
serta muatannya.
- Sewa binatang. Diperbolehkan pula menyewakan binatang
seperti sapi dan kerbau untuk membajak tanah, untuk transportasi. Menyewa
binatang jantan untuk dikawinkan dengan binatang betina sebagian ulama
melarangnya (Al Aziz, 2005: 380).
- Jasa
manusia. Dalam kehidupan sehari-hari sewa jasa
manusia sering disebut upah. Memberikan upah atas jasa manusia seperti
memberikan upah untuk penjahit, tukang kayu, tukang bangunan, termasuk gaji
guru, dan PNS diperbolehkan dengan catatan memberikan upahnya jangan
ditunda-tunda.
F.
Berakhirnya Ijarah
Akad ijarah berakhir apabila,
- Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad, menurut Hanafiah. Menurut
jumhur ulama, kematian salah satu pihak tidak mengakitkan berakhirnya akad
ijarah disebabkan benda yang disewa manfaatnya dapat diteruskan oleh ahli
waris.
- Iqalah,
yaitu pembatalan oleh kedua belah pihak.
- Rusaknya
barang yang disewakan, sehingga ijarah tidak mungkin untuk diteruskan.
- Telah
selesai mas sewa, kecuali ada udzur. Misalnya, sewa tanah untuk ditanami,
tetapi ketika masa sewa sudah habis, tanaman belum bisa dipanen, maka ijarah
dianggap belum selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Drs. H. Ahmad Wardi. 2010. Fiqh
Mu’amalat. Jakarta: Amzah
Al Aziz S, Ust. Drs. Moh. Saifulloh. 2005.
Fiqh Islam lengkap. Surabaya: Terbit Terang