Showing posts with label Petani. Show all posts
Showing posts with label Petani. Show all posts

16.3.20

Cuci Tangan Ala Petani

Akhir-akhir ini, aku kembali mendengar slogan "cuci tangan sebelum makan dengan cairan pembersih." Slogan ini membuana seiring dengan munculnya virus corona. Sebuah slogan yang sudah kudengar sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar. 

Bagiku, kata-kata berisi anjuran tersebut bukan hal yang baru lagi. Sebagai anak petani, kami anak-anak petani sudah terbiasa dengan tradisi mencuci tangan. Namun, ada perbedaan antara kebiasaan mencuci tangan antara kami, anak petani, anak kampung dengan kalian, anak-anak kota? Jawabannya, ada! 

Ya. Aku adalah anak petani. Petani miskin. Terlahir dari keluarga petani miskin di sebuah pedesaan di Pulau Jawa. Besar di lingkungan yang diisi oleh para keluarga petani miskin. 

Benar. Tinggal di sebuah desa yang sungguh-sungguh tertinggal, juga terbelakang. Padahal lokasinya tidak jauh dengan pusat ibukota Propinsi Jawa Timur, Surabaya.  

Listrik baru menyala menjelang tahun 2000-an. Jalanan desa menuju kota kecamatan berlumpur bin hancur, dan baru diperbaiki sekitar tahun 2010-an. Ironis!

Sebagai anak petani, bermain-main dengan lumpur bukan sesuatu yang aneh. Hiburan kami, setiap hari. Bermain di sawah, mencabut rumput, ikut menanam padi dan jagung merupakan kegiatan kami. Bukan hanya itu, harus juga mengarit (potong rumput) untuk beri makan ternak kami. Ya. Inilah sedikit kehidupanku sebagai anak petani. 

Suatu hari, di musim hujan. Musim tanam padi pun datang. Aku pergi ke sawah. Pagi-pagi. Ikut membantu menanam padi bersama keluarga. 

Berkaitan dengan makan, kami biasa makan di sawah mulai dari sarapan pagi dan makan siang. Makanan diantar oleh simbokku (ibu). Ramai-ramai, kami makan bersama-sama. 

Bagaimana cara kami makan? Sebagaimana kebiasaan orang Jawa di kampung, cara kami makan adalah dengan menggunakan tangan. Kami tidak terbiasa dengan sendok dan garbu. Kami juga tidak terbiasa dengan piring. Kami terbiasa menggunakan daun pisang atau daun jati. 

Karena dengan tangan, tak lupa, kami mencuci tangan dengan menggunakan air yang di sawah. Orang kota bilang "air kotor." Tapi, bagiku itu adalah air yang bersih bahkan lebih bersih dibanding dengan air yang dipakai mandi oleh orang kota. 

Ya. Sebelum makan, kami cuci tangan. Karena basah, biasanya kami mengeringkan tangan dengan cara menggosok-gosokkan di baju atau celana. Di celana bagian belakang, tepatnya di pantat. Aneh? Tidak. Kami sudah terbiasa. 

Setelah itu, kami makan. Nikmat dan lezat. Selesai makan, kami kembali mencuci tangan dengan air yang sama dan mengeringkan tangan dengan cara yang sama. Beberapa saat setelah beristirahat, kami kembali bekerja. 

Mengapa tidak sakit? Bukankah air sawah itu kotor? Apalagi mencuci tangannya tidak pakai sabun pencuci tangan? Apalagi mengeringkannya tidak pakai tisu? Dan, makannya juga tidak pakai piring?

Hehehe soal sakit, pasti kami sakit. Tapi...

Air sawah di kampungku adalah air hujan. Artinya, air yang jatuh dari langit. Tidak ada limbah pabrik yang mengotorinya. Tidak ada plastik dan tetek-bengek sampah sebagaimana yang sering kita lihat di kota. Jikapun ada kotoran, air kencing kami sendiri. Misalnya saja, aku sering kencing di celana saat main-main di sawah. Tentunya sambil duduk. Jadi, bisa dibilang bahwa air sawah adalah air yang bersih. Tidak butuh sabun pencuci tangan. 

Benar. Kami mengeringkan tangan tidak dengan tisu tapi masing-masing baju atau celana kami. Tenang saja. Baju yang kami pakai adalah baju yang bersih. Biasanya, selesai bekerja kami mencucinya. Karena itu, baju kami lebih sehat dibandingkan tisu buatan pabrik. 

Benar. Kami sakit. Tapi sakit kami sebagai petani kebanyakan sakit karena kelelahan dalam bekerja. Kami sakit karena stres dengan rendahnya harga tanaman kami. Kami sakit saat mengalami gagal panen. Kami sakit gara-gara barang impor menenggelamkan produksi panen kami. Kami sakit karena pemerintah berkong kalikong dengan kaum cukong!

Ya. Kami tidak mengenal virus corona, HIV/AIDS dan seterusnya. Penyakit-penyakit ini sumbernya dari kota. Orang kota yang menjadi penyebabnya. Orang kaya yang menyebarluaskannya. Orang miskin?

Kami orang miskin sudah sibuk dan habis waktu kami untuk berjuang melawan kemiskinan yang kami alami. 

Begitulah cara cuci tangan ala petani!
---