26.10.16

Al-Maslahah Al-Mursalah





Al-Maslahah Al-Mursalah


  1. Melindungi jiwa (hifz al-nafs), dan
  2. Melindungi akal (hifz al-aql),
  3. Mlindungi keturunan (hifz al-nasl)
  4. Melindungi harta (hifz al-mal).
Untuk melindungi agama Allah mensyari’atkan bermacam-macam ibadah, mengharamkan perbuatan murtad, melarang memakai sesembahan selain Allah dan lain-lain.

Untuk melindungi jiwa Allah melarang pembunuhan, melarang segala tindakan yang membahayakan jiwa, mensyari’atkan pernikahan, mewajibkan mencari rizki dan lain-lain.

Untuk melindungi akal Allah mengharamkan meminum minuman keras, mewajibkan menuntut ilmu dan lain-lain.

Untuk melindungi keturunan Allah mensyari’atkan pernikahan, melarang perzinaan dan tabanni, dan lain-lain.
Sedang untuk melindungi harta Allah mengharamkan pencurian,riba, judi, dan lain-lain.

Maslahah Hajiyah
Maslahah hajiyah yaitu segla sesuatu yang sangat dihajatkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan menolak segal halangan, pengabaian terhadap maslahah hajiyah tidak menimbulkan ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia, tetapi akan kesulitan dan kesempitan.

Dalam rangka merealisasi maslahah hajiyah ini Allah mensyari’atkan berbagai transaksi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, dan memberikan beberapa keringanan hukum, seperti kebolehan menjamak dan menqashar shalat bagi musafir, kebolehan menunda pelaksanaan berpuasa Ramadhan bagi orang yang sedang hamil, menyusui dan sakit, serta tidak diwajibkannya shalat lima waktu bagi orang yang sedang haid dan nifas.
Maslahah Tahsiniyah
Maslahah Tahsiniyah adalah tindakan atau sifat-sifat yang pada prinsipnya berhubungan dengan makarimul ahlak serta memelihara keutamaan dalam bidang ibadah, adat dan muamalat. Misalnya mengenakan pakaian yang bagus-bagus ketika shalat, memakai wewangian bagi laki-laki ketika berkumpul dengan orang banyak, pengharaman makanan yang buruk atau menjijikkan, larangan wanita menikahkan dirinya sendiri kepada laki-laki yang dicintainya, dan lain-lain.
Pertentangan Maslahah Mursalah dan Nash
Yang dimaksud pertentangan antara maslahah dengan nash adalah pertentangan antara kemaslahatan dengan nash yang zhanni, baik dari segi wurudnya, maupun dari segi dalalahnya. Jika kemaslahatan tersebut bertentangan dengan nash yang qathi’i, baik dari segi wurud, maupun dalalahnya, maka tidak dapat dipandang sebagai pertentangan. Sebab, pertentangan hanya terjadi antara dua dalil yang berada dalam tingkatan yang sama.

Jika kemaslahatan bertentangan dengan nash qathi’i, secara otomatis nash yang harus diikuti. Sebab dalam kasus seperti ini, sejatinya tidak ada pertentangan, sebab, nash lebih tinggi derajatnya dibanding kemaslahatan. Demikian juga, jika terjadi pertentangan antara nash al-Qur’an dengan qiyas, maka qiyas harus tunduk kepada nash, bukan sebaliknya.
Dengan menyikapi issu pertentangan antara maslahah dan nash, ulama terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu: Kelompok ini yang mendahulukan nash dari pada maslahah. Mereka memandang bahwa hukum itu hanya dapat diambil dari nash, ijma’ atau qiyas. Jika suatu maslahah bertentangan dengan nash,maka maslahah harus diabaikan demi nash. Yang berpendapat demikian adalah kelompok Syafi’iyah dan diikuti oleh Hanabilah. Kelompok ini baru mengambil maslahah jika tidak ada nash, atau fatwa sahabat.
Pendapat ini terbantah dengan beberapa fatwa sahabat yang lebih mengutamakan maslahah dari pada nash. Misalnya keputusan Abu Bakar memerangi orang-orang Islam yang tidak mau membayar zakat, meskipun mereka tetap shalat dan puasa Ramadhan.
Keputusan ini bertentangan dengan hadis mutawattir yang diriwayatkan oleh imam hadis yang enam sebagai berikut yang artinya:
”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka berkata: Tiada Tuhan selain Allah. Jika mereka mengucapkannya, berarti mereka telah memelihara darah dan harta mereka dariku, kecuali jika karena alasan yang haq, sedang hisab mereka menjadi urusan Allah.”
Demikian juga Umar bin Khattab yang dalam beberapa fatwa mendahulukan maslahah daripada nash, seperti tidak memberikan bagian zakat kepada muallaf qulubuhum yang disebutkan dalam surat al-Maidah ayat 90.
Namun, fakta-fakta ini juga terbantahkan dengan argument bahwa keputusan Abu Bakar menerangi orang islam yang menolak membayar zakat didasarkan pada nash, yaitu kata “kecuali dengan alasan yang haq”.
Sedangkan keputusan Umar merupakan ijtihadnya dalam memahami dan menerapkan nash berdasarkan illat, yaitu bahwa pemberian zakat kepada muallaf, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Maidah 60 adalah karena kondisi umat islam yang masih lemah saat itu. Sementara, pada masa pemerintahan Umar islam sudah kuat sehingga tidak membutuhkan lagi jaminan rasa dari mereka.
Kelompok yang mendhulukan maslahah dari pada nash. mereka adalah kelompok Malikiyah dan Hanafiyah.
Mereka meninggalkan hadis ahad jika bertentangan dengan maslahah. Diantara pengikut mereka ada yang berlebihan dalam mengutamakan maslahah, yaitu Najm al-Din al-Thufi. Jika ada nash yang qathi’i sekalipun, apabila bertentangan dengan maslahah, nash yang qathi’i tersebut harus tunduk pada kemaslahatan.
Menurut al-Ghazali dan al-Amidi kemaslahahtan dapat didahulukan daripada nash apabila betul-betul dalam keadaan darurat.

No comments:
Write komentar