Showing posts with label Rusia. Show all posts
Showing posts with label Rusia. Show all posts

31.3.22

Yang Berbahaya Bukan Bom Nuklir melainkan Bom Rubel

 


Presiden Rusia Vladimir Putin memutuskan bahwa batas akhir pembaharuan kontrak minyak dan gas antara Rusia dan Uni Eropa adalah tanggal 31 Maret 2022 di mana pembayaran tidak dilakukan dengan mata uang Euro dan Dolar melainkan Rubel Rusia. Sementara itu, Bank Sentral Rusia menyatakan bahwa mata uang Rubel mulai TERIKAT dengan EMAS. Apa maksud dari semua itu?


Semenjak intervensi militer Rusia ke Ukraina, sanksi ekonomi, politik dan budaya dijatuhkan kepada Rusia oleh Amerika Serikat, NATO dan Uni Eropa. Meskipun begitu, beberapa anggota NATO seperti Austria dan Turki tidak ikut menjatuhkan sanksi. Sebagai balasannya, pihak Rusia mengeluarkan daftar nama-nama negara yang dianggap "TIDAK BERSAHABAT" atau bermusuhan dengan Rusia, dan bagi negara-negara tersebut maka segala urusan impor barang dari Rusia harus dibayar dengan menggunakan mata uang Rusia, yakni RUBEL. 


Uni Eropa dan Inggris masuk dalam daftar negara-negara yang "tidak bersahabat." Celakanya, 49 persen kebutuhan minyak dan gas negara-negara tersebut berasal dari Rusia. Jadi, roda kehidupan ekonomi dan sosialnya sangat tergantung pada Rusia. Jika mereka tidak membayar impor tersebut dengan Rubel, maka terhitung sejak 1 April, minyak dan gas Rusia tidak akan mengalir lagi ke Uni Eropa dan Inggris. Konsekuensinya adalah benua Eropa akan mengalami KRISIS minyak dan gas. Dan kita semua tahu bahwasanya (sebagaimana yang sudah saya tulis dalam artikel sebelumnya) peradaban manusia di zaman sekarang berdiri di atas pondasi produksi minyak dan gas. Krisis akan melahirkan konflik! Penduduk Uni Eropa akan menghadapi: pertama, kenaikan harga barang (hari ini rata-rata sudah naik 20 persen); kedua, mereka akan mati menggigil kedinginan di musim dingin karena kekurangan pemanas; ketiga, pengangguran karena akan banyak pabrik-pabrik yang tutup. Dan seterusnya.


Selesai perbincangannya dengan Vladimir Putin melalui telepon hari ini, Presiden Perancis Emanuel Macron menyatakan bahwa tidak mungkin membayar minyak dan gas Rusia dengan Rubel. Ini berarti, Perancis akan berhadapan dengan permasalahan seperti di atas. Macron dan pemimpin Uni Eropa lainnya, termasuk Amerika Serikat sedang KELIMPUNGAN mencari alternatif pemasok minyak selain Rusia. Hingga sejauh ini, Amerika Serikat dan sekutunya telah GAGAL melobi negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Venezuela. Bahkan pihak Uni Emirat Arab sendiri menyatakan bahwasanya TIDAK ADA SATUPUN negara penghasil minyak yang produksinya bisa menggantikan Rusia. 


Menurut data yang ada bahwa selama ini, untuk memenuhi kebutuhan minyak dan gasnya, pihak Uni Eropa harus membayar sekitar 660 juta dolar Amerika Serikat (US$) per HARI ke Rusia. Jika Uni Eropa masih membeli minyak dan gas Rusia berarti mereka harus membayarnya dengan menggunakan mata uang Rubel. Apabila dibayar dengan Rubel, maka yang harus dibayar sekitar (hari ini 1 dolar = 85 Rubel) 660.000.000 × 85 = 56.100.000.000 atau 56.1 miliar Rubel. Permasalahannya adalah Uni Eropa tidak memiliki Rubel, lalu darimana pihak Uni Eropa mendapatkan mata uang Rubel?


Hehehe di sinilah permainan indahnya Putin dan Rusia. Jawabannya adalah Uni Eropa HARUS terlebih dahulu MEMBELI Rubel dengan Dolar atau Euro. Dan, kemana mereka harus membeli Rubel? Ya, ke Rusia. Pihak Uni Eropa harus MEMINTA Bank Sentral Rusia untuk menjual Rubelnya. Dengan demikian, cadangan mata uang Rusia akan naik atau bertambah.


PERMASALAHAN lainnya. Bagaimana mungkin proses jual beli mata uang tersebut bisa terlaksana dengan CEPAT sedangkan Rusia sudah dikeluarkan dari SISTEM SWIFT?


Nah, dari sinilah KEBANGKRUTAN Uni Eropa, Inggris dan Amerika Serikat dimulai. Rusia tinggal memberitahu pihak Uni Eropa bahwa Rubel bisa dibeli dengan EMAS sebagai pengganti Dolar dan Euro. Emas sebagai pengganti tidak diukur dengan dolar tetapi diukur atau dinilai dengan Rubel. Emas yang dimaksud adalah emas BATANGAN bukan emas seperti cincin, kalung, anting-anting dan gelang. Sekali lagi, emas batangan!


Saat ini harga emas berkisar 60 dolar per gram atau jika dikonvers ke Rubel berarti 5.100 Rubel. Untuk membayar minyak dan gas, Uni Eropa butuh uang sekitar 56.1 miliar Rubel. Artinya karena tidak punya uang Rubel maka sebagai penggantinya adalah Bank Sentral Uni Eropa harus menyediakan emas batangan sekitar 11 tons setiap harinya. Dan jika ini benar-benar terjadi, bisa dipastikan persediaan emas batangan di Uni Eropa akan habis. Habisnya emas batangan, secara otomatis habisnya nilai mata uang Euro! Woouw...


Ini baru transaksi minyak dan gas. Belum lagi sektor lainnya. Rusia adalah penghasil  gandum, pupuk, dan bahan tambang lainnya. 


Negara-negara lain, pasti akan berlomba-lomba menjual cadangan euro dan dolarnya untuk mendapatkan Rubel. Artinya, nasib dolar dan Euro diambang keruntuhan. Dominasi dolar yang berlangsung selama berabad-abad akan mengalami keruntuhan mulai bulan April ini. Runtuhnya Dolar berarti runtuhnya Amerika Serikat. Jadi, yang berbahaya bukan BOM NUKLIR melainkan "BOM RUBEL" bukan perang nuklir melainkan perang mata uang!


Perlu saya tambahkan. Sekedar informasi bahwa manusia pertama di planet bumi ini yang hendak mengganti mata uang dolar dengan emas adalah Moammar Khadafi di Libya. 


Amerika Serikat dengan NATOnya menginvasi dan menghancurkan Libya. Moammar Khadafi dibunuh. Bagaimana dengan Putin dan Rusia? Apakah nasibnya akan sama dengan Moammar Khadafi dan Libya?


Tidak. Saya sangat yakin, tidak! Putin dan Rusia pasti telah mempersiapkan dan menghitung segala sesuatunya. 


Oh, ya. Saya juga yakin. Para bankir di seluruh dunia sedang saling berteleponan guna membahas masalah di atas. Para bankir di setiap negara pasti menghubungi setiap kepala bank sentralnya. Dan kepala bank sentral menghubungi kepala negara. Dan seperti kuur dalam paduan suara, serentak mereka bilang: "Perang DUNIA KETIGA sudah dimulai!"


Ah, sebenarnya saya ingin membahasnya lebih detail lagi tapi jari-jemari tangan ini sudah terasa keriting. Ah....


Bagaimana jika skenario Rubel ini tidak berhasil?


Pertama, jangan lupa, selain Rubel juga ada Yuan, yakni mata uang Cina. 


Kedua, jika tidak sesuai dengan rencana berarti Rusia akan hancur. Namun kehancuran Rusia tidak sendirian, melainkan diikuti kehancuran negara-negara lainnya, termasuk Amerika Serikat. 


Ketiga, meskipun Rusia hancur, Rusia memiliki sumber daya yang melimpah ruah. Artinya, Rusia bisa pulih dengan cepat, sedangkan negara-negara lain yang sumber daya alamnya terbatas bisa menjadi negara gagal atau bubar!


Keempat, dan seterusnya.

Safi'i Kemamang 

28.3.22

Update Perang Panas-Dingin

Joe Biden - Vladimir Putin 

1. Presiden Amerika Serikat Joe Biden kembali memperingatkan Vladimir Putin agar militer Rusia tidak memasuki wilayah negara-negara anggota NATO. Biden menyatakan bahwa negaranya memiliki tugas "suci" untuk melindungi "setiap inci" wilayah NATO;


2. Pihak Washington untuk sekali lagi mengancam akan memberikan sanksi kepada India karena tidak menuruti kemauan Amerika Serikat agar India memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia;


3. India dan Rusia sendiri sudah sepakat untuk menggunakan mata uang RUBEL berkaitan dengan transaksi minyaknya dengan Rusia alias tidak menggunakan dolar. Hal serupa juga dilakukan oleh Arab Saudi, Pakistan dan China;


4. Joe Biden meminta pihak Indonesia untuk tidak mengundang Vladimir Putin dalam pertemuan negara-negara G-20 yang akan diselenggarakan di Bali;


5. Presiden Belarusia Aleksander Lukashenko setelah pertemuannya dengan Presiden Rusia menyatakan bahwa Presiden Vladimir Putin dalam keadaan sehat sehingga dirinya akan cukup panjang umur untuk menghadiri pemakaman kita semua;


6. Menteri Pertahanan Republik Ceko Yana Chernohova menyatakan bahwa Ceko tidak akan berangkat ke pertemuan di Hungaria. Dia menyatakan "Saya mohon maaf bahwa minyak murah Rusia lebih penting daripada darah Ukraina";


7. Serbia mengerahkan kekuatan militernya ke perbatasan Kosovo;


8. Sekali lagi Turki menegaskan tidak akan ikut serta memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia;


9. Demonstrasi menolak kenaikan harga BBM mulai merebak di Uni Eropa;


10. Bahwa terdapat skenario dari pihak NATO untuk membagi wilayah Ukraina menjadi dua bagian, yakni Ukraina Timur dikuasai Rusia sedangkan Ukraina Barat dikuasai Polandia (NATO);


11. Setelah pernyataan Putin bahwa operasi militer tahap pertama selesai maka hari ini militer Rusia kembali membombardir instalasi-instalasi strategis militer Ukraina di kota Lviv, yakni kota terbesar yang terletak di Ukraina bagian Barat yang berbatasan dengan Polandia. 


12. Belarusia mengerahkan kekuatan militernya ke perbatasan Polandia dan Ukraina;


13. Australia memberikan sanksi kepada Presiden Belarusia Aleksander Lukashenko karena dinilai tidak mengikuti kemauan Australia agar memberikan sanksi kepada Rusia;


14. Inflasi dan harga kebutuhan pokok di Uni Eropa dan Amerika Serikat terus naik.


Kesimpulan:


1. Bahwa pertarungan antara Biden - Putin sudah mengarah ke hal yang sifatnya personal. Hal ini dikarenakan pihak Rusia telah berhasil membongkar laboratorium-laboratorium biologis yang ada di Ukraina. Salah satu dokumen yang terbongkar adalah bahwasanya anaknya Joe Biden juga memiliki saham di laboratorium-laboratorium tersebut yang sudah dilakukan sejak rezim Obama. Dengan terbongkarnya kasus ini maka secara otomatis anaknya Joe Biden kehilangan bisnis dan keuntungannya;


2. Bahwasannya dunia ekonomi telah terbelah menjadi dua bagian, yaitu antara negara-negara G-7 (G-20) berhadapan dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan), dimana G-7 (G-20) tetap menggunakan sistem pembayaran dolar sedangkan BRICS menggunakan sistem Yuan Cina dan Rubel Rusia;


3. Bahwasannya telah terjadi PERANG PANAS - DINGIN antara Amerika Serikat dengan Rusia. Perang panasnya berpusat di Ukraina, sedangkan perang dinginnya terletak di ekonomi dan media. Negara seperti INDONESIA tidak akan terkena perang PANAS namun akan terlibat dalam perang DINGIN. Dalam hal ekonomi, Indonesia tidak memiliki pilihan, yakni ikut BRICS atau ikut G-7. Sementara dalam hal media, Indonesia memobilisasi media massa pro Rusia (BRICS) atau pro Amerika Serikat (G-7);


4. Jika Vladimir Putin datang ke pertemuan G-20 di Bali ada kemungkinan even ini dimanfaatkan untuk membongkar kebobrokan Amerika Serikat dan NATO. Karena indikasi ini, Amerika Serikat sangat berkepentingan agar Putin tidak diundang. Dalam G-20, mata dunia akan tertuju pada dua kepala negara saja, yakni Vladimir Putin dan Joko Widodo. Mengapa Jokowi menjadi pusat perhatian? Salah satunya adalah KEJELASAN mengenai posisi Indonesia. Harus diingat bahwa dari segi populasi, Indonesia menempati urutan keempat dunia.


5. Bagi Amerika Serikat sendiri, apapun yang terjadi dan hasil akhir dari Ukraina maka yang terpenting adalah industri militer dan persenjataannya tetap dibeli oleh negara-negara Uni Eropa. Dengan demikian, uang hasil penjualan senjata tersebut masih bisa menutupi Anggaran Belanja Negara Amerika Serikat serta membayar biaya pemulihan ekonomi dalam negerinya akibat sanksi terhadap Rusia yang bagai PISAU BERMATA DUA.

Safi'i Kemamang