5.4.20
18.3.20
Ijarah atau Sewa-Menyewa
- Menurut Hanafiah Ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta.
- Menurut Malikiyah Ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.
- Menurut Syafi’iyah, akad ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentukan yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu.
- Menurut Hanbaliyah, Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah dan kara’ dan semacamnya.
“Maka jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya” (Q.S. At-Thalaq: 6)Terdapat juga di dalam al-Hadits, Rasulullah S.A.W. bersabda,
“Tiga orang (golongan) yang aku memusuhinya besok di hari kiamat, yaitu orang yang memberi kepadaku kemudian menariknya kembali, orang yang menjual orang merdeka kemudian makan harganya, orang yang mengusahakan dan telah selesai tetapi tidak memberikan upahnya” (H.R. Bukhari).
Dari Ibnu ‘Umar r.a. ia berkata, ”Rasulullah S.A.W. bersabda,’Berikanlah kepada tenaga kerja itu upahnya sebelum keringatnya kering.’” (H.R. Ibnu Majah).
- Aqid, yaitu mu’jir (pemberi sewa) dan musta’jir (penyewa),
- Shighat yaitu, ijab dan qobul,
- Ujrah yaitu uang sewa atau upah,
- Manfaat dari barang atau jasa, dan tenaga dari orang yang bekerja
- Syarat terjadinya akad (syarat in’iqad) Syarat ini berkaitan dengan aqid, akad, dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid meliputi berakal, mumayyiz menurut Hanafiah, dan ditambah baligh menurut Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
- Syarat berlangsungnya akad (syarat nafadz) Syarat ini berkaitan dengan hak kepemilikan. Apabila pelaku tidak mempunyai hak milik maka akadnya mauquf (ditangguhkan) menurut Hanafiyah dan Malikiyah, bahkan batal menurut Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
- Syarat sahnya akad Syarat sah ijarah meliputi,
- Persetujuan kedua belah pihak
- Objek akad harus jelas agar tidak menimbulkan perselisihan. Kejelasan objek ijarah meliputi,
- Objek ijarah harus dapat dipenuhi, baik secara hakiki (benar-benar manfaat) maupun syar’i (sesuai aturan).
- Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang dibolehkan oleh syara’. Misalnya menyewa rumah untuk tempat tinggal. Sebaliknya, bila menyewa rumah untuk tempat maksiat maka tidak diperbolehkan menyewa.
- Pekerjaan yang diijarahkan bukan sesuatu yang fardhu. Dengan demikian, tidak sah menyewakan tenaga untuk melakukan perbuatan yang bersifat taqarrub dan taat kepada Allah. Ada beberapa pendapat tentang hal ini, yaitu:
- Tidak sah menyewakan tenaga untuk melakukan shalat, puasa haji, menjadi imam, adzan, dan mengajarkan Al-Qur’a, karena semuanya mengambil upah dari pekerjaan fardhu. Pendapat ini disepakati oleh Hanafiyah dan Hanbaliyah.
- Mengambil upah dari ijarah untuk mengajarkan Al-Qur’an, muadzin beserta imam dan mengurus masjid hukumnya boleh menurut Malikiyah dan Syafi’iyah.
- Ijarah untuk haji, memandikan mayit, menalkinkan, dan menguburkan hukumnya boleh menurut Syafi’iyah.
- Mengambil upah dari memandikan mayit tidak diperbolehkan, tetapi boleh ijarah untuk menggali kubur dan memikul jenazah menurut Abu Hanifah.
- Para ulama’ sepakat membolehkan mengambil upah untuk mengajarkan ilmu matematika, khat, bahasa, sastra, fiqh, dan hadits serta membangun masjid dan madrasah.
- Orang yang disewa tidak boleh mengambil manfaat dari pekerjaannya untuk dirinya sendiri.
- Manfaat objek harus sesuai dengan tujuan dilakukannya akad ijarah yang biasa berlaku umum. Apabila manfaat tersebut tidak sesuai dengan tujuan dilaksanakannya akad ijarah maka ijarah tidak sah. Contohnya menyewa pohon untuk menjemur pakaian, maka ijarahnya tidak sah karena manfaat (menjemur baju) tidak sesuai dengan manfaat pohon itu sendiri.
- Upah berupa mal mutaqawwim, karena upah merupakan harga atas manfaat.
- Upah atau sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat objek ijarahnya. Contohnya menyewa mobil dibayar dengan mobil si penyewa.
- Syarat mengikatnya akad (syarat luzum)
- Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat yang menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa tersebut. Apabila ada cacatnya, maka orang yang menyewa boleh meneruskan ijarah dengan pengurangan uang sewa atau membatalkannya.
- Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah. Apabila terdapat udzur, baik pada pelaku maupun pada bendanya maka pelaku berhak membatalkan akad. Ini menurut Hanafiyah. Menurut jumhur ulama, akad ijarah tidak batal karena udzur, selama manfaat benda tudak hilang sama sekali. (Muslich, 2010)
- Sewa tanah. Dalam penyewaan tanah harus jelas tujuan dari penyewaan tanah tersebut. Bila tujuannya untuk maksiat maka tidak sah ijarah tersebut (Muslich, 2010: 332). Mayoritas ulama membolehkan sewa tanah dengan emas atau uang (Al Aziz, 2005: 379).
- Sewa toko, rumah dan semacamnya. Sewa toko, rumah dan semacamnya diperbolehkan. Penyewaan sesuai dengan akad baik masanya maupun tujuannya. Rumah yang telah di sewa boleh disewakan kembali oleh penyewa pertama. Rumah yang disewa harus dijaga dan dirawat oleh penyewa.
- Sewa kendaraan. Sewa kendaraan harus jelas waktu, tempat, serta muatannya.
- Sewa binatang. Diperbolehkan pula menyewakan binatang seperti sapi dan kerbau untuk membajak tanah, untuk transportasi. Menyewa binatang jantan untuk dikawinkan dengan binatang betina sebagian ulama melarangnya (Al Aziz, 2005: 380).
- Jasa manusia. Dalam kehidupan sehari-hari sewa jasa manusia sering disebut upah. Memberikan upah atas jasa manusia seperti memberikan upah untuk penjahit, tukang kayu, tukang bangunan, termasuk gaji guru, dan PNS diperbolehkan dengan catatan memberikan upahnya jangan ditunda-tunda.
- Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad, menurut Hanafiah. Menurut jumhur ulama, kematian salah satu pihak tidak mengakitkan berakhirnya akad ijarah disebabkan benda yang disewa manfaatnya dapat diteruskan oleh ahli waris.
- Iqalah, yaitu pembatalan oleh kedua belah pihak.
- Rusaknya barang yang disewakan, sehingga ijarah tidak mungkin untuk diteruskan.
- Telah selesai mas sewa, kecuali ada udzur. Misalnya, sewa tanah untuk ditanami, tetapi ketika masa sewa sudah habis, tanaman belum bisa dipanen, maka ijarah dianggap belum selesai.
19.1.17
Metode Analisis DuPont
Du-pont telah dikenal sebagai pengusaha sukses. Dalam bisnisnya, ia memiliki cara sendiri dalam menganalisis laporan keuangannya.
Menurut Sofyan Safri Harahap dalam buku “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan” Caranya sebenarnya hampir sama dengan analisis laporan keuangan biasa, namun pendekatannya lebih integratif dan menggunakan komposisi laporan keuangan sebagai elemen analisisnya. Ia mengurai hubungan pos-pos laporan keuangan sampai mendetail sebagai berikut :
EQUITY PEMILIK SAHAM
EQUITY
Perbandingan ini menunjukkan seberapa besar total penjualan yang dilakukan merupakan laba bersih yang dapat diperoleh oleh perusahaan.
PENJUALAN
Rasio ini menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva menciptakan penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik.
TOTAL ASSET
Laba setelah pajak adalah laba yang diperoleh oleh perusahaan setelah dikurangi dengan pajak.
LABA SETELAH PAJAK = PENJUALAN-TOTAL BIAYA-PAJAK
Merupakan arus masuk atau peningkatan nilai aset dari suatu equity atau penyelesaian kewajiban dari equity atau gabungan keduanya selama periode tertentu yang berasal dari penyerahan/produksi barang, pemberian jasa atas pelaksana kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan yang sedang berjalan.
Total biaya merupakan arus keluar aktiva, penggunaan aktiva, atau munculnya kewajiban atau kombinasi keduanya selama suatu periode yang disebabkan oleh pengiriman barang, pembebanan jasa, atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan.
Total aset adalah total harta yang dimiliki oleh perusahaan yang berperan dalam operasi perusahaan misalnya kas, persediaan, aktiva tetap, aktiva yang tak berwujud, dan lain lain.
Aktiva lancar disini meliputi kas, piutang dagang, efek, persediaan, dan aktiva lancar lainnya.
Nilai buku aktiva tetap yaitu harga buku yang diperoleh dari nilai perolehan historis dikurangi akumulasi penyusutan yang telah dibebankan kepada pendapatan.
Equity (modal pemilik) adalah suatu hak yang tersisa atas aktiva suatu lembaga (equity) setelah siketahui kewajibannya.
Total liabilities (kewajiban/utang) merupakan kewajiban ekonomis dari suatu perusahaan yang diakui dan dinilai sesuai prinsip akuntansi. Kewajiban disini termasuk juga saldo kredit yang ditunda yang bukan merupakan utang atau kewajiban.
Analisis Common Size
Definisi Analisa common-size
Analisis common-size adalah teknik analisis yang dilakukan dengan cara membuat perbandingan antara suatu elemen (laporan keuangan) tertentu sebagai komponen dari elemen yang lain pada laporan keuangan yang sama.
Merupakan Analisis Vertikal
-Analisis ini dilakukan dengan cara merubah angka-angka yang ada dalam neraca dan laporan laba rugi menjadi persentase berdasarkan angka tertentu.
- Untuk angka-angka yang ada di neraca , common base (angka dasar) nya adalah total aktiva
Dalam hal ini total aktiva di anggap memiliki angka dasar 100%
Sedangkan untuk laporan laba rugi, maka penjualan di gunakan sebagai angka dasar yang bernilai 100%
- Penyajian dlam bentuk common size akan mempermudah pembaca menganalisis laporan keuangan dengan memperhatikan perubahan perubahan yang terjadi dalam neraca dan laporan laba rugi.
Tujuan analisis common-size adalah untuk memperoleh gambaran tentang:
1. Komposisi dan proporsi investasi pada setiap jenis aktiva.
2. Struktur modal dan pendanaan.
3. Distribusi hasil penjualan pada biaya dan laba.
ANALISIS COMMON-SIZE
Informasi hasil analisis bermanfaat untuk menilai tepat tidaknya kebijakan (operasi, investasi, dan pendanaa) yang diambil oleh perusahaan di masa lalu, serta kemungkinan pengaruhnya terhadap posisi dan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang.
Persentase per komponen setiap elemen laporan keuangan dapat dihitung dengan rumus sbb:
1. Elemen2 Aktiva = Elemen ybs / Total Aktiva
2. Elemen2 Pasiva = Elemen ybs / Total Pasiva
3. Elemen2 Laba/Rugi = Elemen ybs / Penjualan
Laporan dengan prosentase per komponen menunjukan prosentase dari total aktiva yang telah diinvestasikan dalam masing-masing jenis aktiva. Dengan mempelajari laporan dengan prosentase ini dan memperbandingkan dengan rata-rata industri sebagai keseluruhan dari perusahaan yang sejenis, akan dapat diketahui apakah investasi kita dalam suatu aktiva melebihi batas-batas yang umum berlaku (over investment) atau justru masih terlalu kecil (under investment), dengan demikian untuk periode berikutnya kita dapat mengambil kebijaksanaan - kebijaksanaan yang perlu, agar investasi kita dalam suatu aktiva tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar.
Laporan dengan cara ini juga menunjukan distribusi daripada hutang dan modal, jadi menunjukan sumber-sumber darimana dana yang diinvestasikan pada aktiva tersebut. Study tentang ini akan menunjukan sumber mana yang merupakan sumber pokok pembelanjaan perusahaan., juga akan menunjukan seberapa jauh perusahaan menggunakan kemampuannya untuk memperoleh kredit dari pihak luar, karena dari itu juga dapat diduga / diketahui berapa besarnya margin of safety yang dimiliki oleh para kreditur.
Prosentase per komponen yang terdapat pada neraca akan merupakan prosentase per komponen terhadap total aktiva, sehingga perbandingan secara horizontal dari tahun ke tahunnya akan menunjukan trend daripada hubungan (trend of relationship), dan tidak menunjukan ada tidaknya perubahan secara absolut. Perubahan ini dapat dilihat kalau dikembalikan pada data absolutnya. Jadi perubahan dari tahun ke tahun tidak menunjukan secara pasti adanya perubahan dalam data absolut.
Laporan dalam prosentase per komponen dalam hubungannya dengan laporan rugi-laba, menunjukan jumlah atau prosentase dari penjualan netto atau net sales yang diserap tiap - tiap individu biaya dan prosentase yang masih tersedia untuk income. Oleh karena itu Common Size percentage analysis banyak digunakan oleh perusahaan dalam hubungannya dengan income statement, karena adanya hubungan yang erat antara penjualan, harga pokok dan biaya operasi, sedang untuk neraca tidak banyak digunakan.
Dalam laporan prosentase per komponen (Common Size statement) semua komponen atau pos dihitung prosentasenya dari jumlah totalnya, tetapi untuk lebih meningkatkan atau menaikan mutu atau kwalitas data maka masing-masing pos atau komponen tersebut tidak hanya prosentase dari jumlah hutang lancar dan sebagainya.
24.12.16
Belajar Nabung Saham
Sumber Gambar |