Showing posts with label makalah. Show all posts
Showing posts with label makalah. Show all posts

18.3.20

Ijarah atau Sewa-Menyewa


Ijarah atau yang biasa disebut sebagai Sewa-menyewa

Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia diliputi dengan berbagi problematika yang rumit. Islam datang sejak seribu lima ratus tahun silam sebagai cahaya yang menerangi gelapnya kehidupan. Islam datang dengan prinsip rohmatan lil ‘alamin mampu menjawab berbagai problematika kehidupan manusia. Ulama telah membagi disiplin ilmu dari ajaran Islam. Salah satu disiplin ilmu yang tercetus adalah ilmu fiqh yang berbicara panjang lebar dan terinci khusus tentang kehidupan manusia.

Ijarah, ‘ariyah, dan wadi’ah merupakan bab fiqh yang memberikan rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat. Sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan saling titip adalah bidang kehidupan yang pasti terjadi di kehidupan masyarakat. Fiqh mengatur agar ketiga hal tersebut tertata dengan baik dan menimbulkan kemaslahatan di dalam kehidupan masyarakat.
Indahnya Islam yang sangat memperhatikan segala aspek kehidupan manusia. Ijarah, ‘ariyah dan wadi’ah adalah jawaban maslahah untuk problematika dalam hal sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan saling menitipkan barang dengan orang lain.

Rumusan Masalah
1.  Apa pengertian ijarah,?
2.  Apa rukun dan syarat dari ijarah,?
3. Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan ijarah,?

I. Ijarah (Sewa Menyewa)

A.     Pengertian
Ijarah menurut bahasa berarti balasan, tebusan atau pahala (Al Aziz, 2005: 377). Menurut Ali Fikri, ijarah menurut bahasa adalah sewa-menyewa atau jual beli manfaat. Sedangkan Sayid Sabiq mengemukakan: “Ijarah diambil dari kata ‘Al-Ajr’ yang artinya ‘iwadh (imbalan), dari pengertian ini pahala (tsawab) dinamakan ajr (upah/ pahala).” (Muslich, 2010: 316). Menurut istilah ijarah adalah melakukan aqad mengambil manfaat sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu (Al Aziz, 2005: 377).
Terdapat perbedaan di kalangan ulama tentang ijarah menurut istilah, yaitu:
  1. Menurut Hanafiah Ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta.
  2. Menurut Malikiyah Ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.
  3. Menurut Syafi’iyah, akad ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentukan yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu.
  4. Menurut Hanbaliyah, Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah dan kara’ dan semacamnya.

B.     Dasar Hukum
Dasar hukum ijarah adalah Q.S. At Thalaq: 6
“Maka jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya” (Q.S. At-Thalaq: 6)
 Terdapat juga di dalam al-Hadits, Rasulullah S.A.W. bersabda,
“Tiga orang (golongan) yang aku memusuhinya besok di hari kiamat, yaitu orang yang memberi kepadaku kemudian menariknya kembali, orang yang menjual orang merdeka kemudian makan harganya, orang yang mengusahakan dan telah selesai tetapi tidak memberikan upahnya” (H.R. Bukhari).

Dari Ibnu ‘Umar r.a. ia berkata, ”Rasulullah S.A.W. bersabda,’Berikanlah kepada tenaga kerja itu upahnya sebelum keringatnya kering.’” (H.R. Ibnu Majah).

C.     Rukun
Menurut Hanafiyah, rukun ijarah hanya ijab dan qabul. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada empat, yaitu:
  1. Aqid, yaitu mu’jir (pemberi sewa) dan musta’jir (penyewa),
  2. Shighat yaitu, ijab dan qobul,
  3. Ujrah yaitu uang sewa atau upah,
  4. Manfaat dari barang atau jasa, dan tenaga dari orang yang bekerja


D.    Syarat
Syarat ijarah ada empat macam, yaitu:
  1. Syarat terjadinya akad (syarat in’iqad) Syarat ini berkaitan dengan aqid, akad, dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid meliputi berakal, mumayyiz menurut Hanafiah, dan ditambah baligh menurut Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
  2. Syarat berlangsungnya akad (syarat nafadz) Syarat ini berkaitan dengan hak kepemilikan. Apabila pelaku tidak mempunyai hak milik maka akadnya mauquf (ditangguhkan) menurut Hanafiyah dan Malikiyah, bahkan batal menurut Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
  3. Syarat sahnya akad Syarat sah ijarah meliputi, 
  • Persetujuan kedua belah pihak
  •  Objek akad harus jelas agar tidak menimbulkan perselisihan. Kejelasan objek ijarah meliputi,
        1) Objek manfaat, dengan mengetahui benda yang disewakan.
        2) Masa manfaat, hal ini diperlukan terutama dalam ijarah kontrak rumah, kios, ataupun kendaraan.
        3) Jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh tukang dan pekerja.
  •     Objek ijarah harus dapat dipenuhi, baik secara hakiki (benar-benar manfaat) maupun syar’i (sesuai aturan).
  • Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang dibolehkan oleh syara’. Misalnya menyewa rumah untuk tempat tinggal. Sebaliknya, bila menyewa rumah untuk tempat maksiat maka tidak diperbolehkan menyewa.
  • Pekerjaan yang diijarahkan bukan sesuatu yang fardhu. Dengan demikian, tidak sah menyewakan tenaga untuk melakukan perbuatan yang bersifat taqarrub dan taat kepada Allah. Ada beberapa pendapat tentang hal ini, yaitu:
  1. Tidak sah menyewakan tenaga untuk melakukan shalat, puasa haji, menjadi imam, adzan, dan mengajarkan Al-Qur’a, karena semuanya mengambil upah dari pekerjaan fardhu. Pendapat ini disepakati oleh Hanafiyah dan Hanbaliyah.
  2. Mengambil upah dari ijarah untuk mengajarkan Al-Qur’an, muadzin beserta imam dan mengurus masjid hukumnya boleh menurut Malikiyah dan Syafi’iyah.
  3. Ijarah untuk haji, memandikan mayit, menalkinkan, dan menguburkan hukumnya boleh menurut Syafi’iyah.
  4. Mengambil upah dari memandikan mayit tidak diperbolehkan, tetapi boleh ijarah untuk menggali kubur dan memikul jenazah menurut Abu Hanifah.
  5. Para ulama’ sepakat membolehkan mengambil upah untuk mengajarkan ilmu matematika, khat, bahasa, sastra, fiqh, dan hadits serta membangun masjid dan madrasah.
  6. Orang yang disewa tidak boleh mengambil manfaat dari pekerjaannya untuk dirinya sendiri.
  7. Manfaat objek harus sesuai dengan tujuan dilakukannya akad ijarah yang biasa berlaku umum. Apabila manfaat tersebut tidak sesuai dengan tujuan dilaksanakannya akad ijarah maka ijarah tidak sah. Contohnya menyewa pohon untuk menjemur pakaian, maka ijarahnya tidak sah karena manfaat (menjemur baju) tidak sesuai dengan manfaat pohon itu sendiri.

Adapun syarat upah adalah sebagai berikut:
  1. Upah berupa mal mutaqawwim, karena upah merupakan harga atas manfaat.
  2. Upah atau sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat objek ijarahnya. Contohnya menyewa mobil dibayar dengan mobil si penyewa.
  3. Syarat mengikatnya akad (syarat luzum)

Terdapat dua syarat agar akad ijarah tersebut mengikat, yaitu:
  1. Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat yang menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa tersebut. Apabila ada cacatnya, maka orang yang menyewa boleh meneruskan ijarah dengan pengurangan uang sewa atau membatalkannya.
  2. Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah. Apabila terdapat udzur, baik pada pelaku maupun pada bendanya maka pelaku berhak membatalkan akad. Ini menurut Hanafiyah. Menurut jumhur ulama, akad ijarah tidak batal karena udzur, selama manfaat benda tudak hilang sama sekali. (Muslich, 2010)


E.     Macam-Macam
Beberapa macam-macam ijarah adalah sebagai berikut:
  1. Sewa tanah. Dalam penyewaan tanah harus jelas tujuan dari penyewaan tanah tersebut. Bila tujuannya untuk maksiat maka tidak sah ijarah tersebut (Muslich, 2010: 332). Mayoritas ulama membolehkan sewa tanah dengan emas atau uang (Al Aziz, 2005: 379).
  2. Sewa toko, rumah dan semacamnya. Sewa toko, rumah dan semacamnya diperbolehkan. Penyewaan sesuai dengan akad baik masanya maupun tujuannya. Rumah yang telah di sewa boleh disewakan kembali oleh penyewa pertama. Rumah yang disewa harus dijaga dan dirawat oleh penyewa.
  3. Sewa kendaraan. Sewa kendaraan harus jelas waktu, tempat, serta muatannya.
  4. Sewa binatang. Diperbolehkan pula menyewakan binatang seperti sapi dan kerbau untuk membajak tanah, untuk transportasi. Menyewa binatang jantan untuk dikawinkan dengan binatang betina sebagian ulama melarangnya (Al Aziz, 2005: 380).
  5. Jasa manusia. Dalam kehidupan sehari-hari sewa jasa manusia sering disebut upah. Memberikan upah atas jasa manusia seperti memberikan upah untuk penjahit, tukang kayu, tukang bangunan, termasuk gaji guru, dan PNS diperbolehkan dengan catatan memberikan upahnya jangan ditunda-tunda.

F.      Berakhirnya Ijarah
Akad ijarah berakhir apabila,
  1. Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad, menurut Hanafiah. Menurut jumhur ulama, kematian salah satu pihak tidak mengakitkan berakhirnya akad ijarah disebabkan benda yang disewa manfaatnya dapat diteruskan oleh ahli waris.
  2. Iqalah, yaitu pembatalan oleh kedua belah pihak.
  3. Rusaknya barang yang disewakan, sehingga ijarah tidak mungkin untuk diteruskan.
  4. Telah selesai mas sewa, kecuali ada udzur. Misalnya, sewa tanah untuk ditanami, tetapi ketika masa sewa sudah habis, tanaman belum bisa dipanen, maka ijarah dianggap belum selesai.


DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Drs. H. Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Mu’amalat. Jakarta: Amzah
Al Aziz S, Ust. Drs. Moh. Saifulloh. 2005. Fiqh Islam lengkap.  Surabaya: Terbit Terang